TENGET DALAM MENJAGA TANAH WARISAN (STUDI KASUS: REVITALISASI KEARIFAN LOKAL SEKAHA DI UMA DI DESA JUNJUNGAN KECAMATAN UBUD)

ABSTRAK

Pandemi datang menggempur sektor pariwisata Bali, datangnya pandemi menimbulkan terjadinya pergeseran peran masyarakat Ubud, dari yang awalnya bergelut pada sektor pariwisata kini kembali menjadikan pertanian sebagai pilihan pertama. Pertanian memberikan dampak terhadap watak dan perilaku masyarakat, bagaimana tidak kehidupan masyarakat zaman dulu mulai subuh hingga petang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan di sawah. Sawah dalam Bahasa Bali disebut dengan uma. Saat ini banyak terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi akomodasi pariwisata, hal ini berdampak pada keberadaan budaya dan kearifan lokal yang ada didalamnya, seperti halnya sekaha di uma. Sekaha di uma merupakan organisasi tradisional yang bergerak pada bidang pertanian, yang keberadaanya saat ini sudah mulai menghilang akibat terjadinya alih fungsi lahan. Padahal nyatanya sekaha di uma memiliki nilai-nilai luhur didalamnya yang dapat kita jadikan acuan dalam mencapai Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Tenget merupakan salah satu kearifan lokal yang dapat kita gunakan untuk mengurangi alih fungsi lahan yang gencar terjadi saat ini, sekaligus mempertahankan eksistensi sekaha di uma. Tenget mengisyaratkan tentang “boleh” atau “tidak boleh” dalam mengelola lingkungan. Tenget juga dapat diartikan sebagai suatu larangan, pamali, atau tabu. Kebudayaan dan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Bali, tidak hanya dipandang sebagai wujud fisik semata, tapi sebenarnya kebudayaan dan kearifan lokal merupakan sesuatu yang tenget, atau sesuatu yang disakralkan, disucikan, dikeramatkan (wingit dalam Bahasa jawa). Kata Kunci: Pandemi, Pertanian, Kearifan lokal, Tenget

OLEH: Ni Wayan Listyawati Ningrum, I Gusti Ayu Intan Pramesti Utami

No Comments Yet.

Leave a comment